KewenanganPengadilan Agama Dari Masa ke Masa Sebelum Kemerdekaan. Staatsblaad 1882 No. 152 tidak disebutkan secara tegas kewenangan PA, hanya disebutkan bahwa wewenang PA itu berdasarkan kebiasaan dan biasanya menjadi ruang lingkup wewenang PA adalah: hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan, talak, rujuk, wakaf, warisan.

Dipublikasikan oleh zulkarnaen on 28 Jan 2022, 002022 WIB. Hits 17942Wewenang Pengadilan Agama berdasarkan penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah A. Perkawinan Dalam perkawinan, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain Ijin Poligami Ijin beristeri lebih dari seorang; Pencegahan perkawinan; Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; Pembatalan perkawinan; Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri; Perceraian karena talak; Gugatan perceraian; Penyelesaian harta bersama; Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; Penguasaan anak/Hadhanah; Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; Putusan tentang sah tidaknya seorang anak Pengesahan Anak / Pengangkatan Anak; Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; Perwalian Pencabutan kekuasaan wali; Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut dan dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 delapan belas tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya; Ganti rugi terhadap wali Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campur; dan Itsbat Nikah Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain; Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal orang tua, wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; Dispensasi kawin; Wali Adhal. B. Waris Dalam perkara waris, yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama disebutkan berdasarkan penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris; Penentuan mengenai harta peninggalan; Penentuan bagian masing-masing ahli waris; Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut; Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat kalimat yang berbunyi “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan”. Kini, dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang tersebut, kalimat itu dinyatakan dihapus. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan, bilamana pewarisan itu dilakukan berdasarkan hukum Islam, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama di seluruh wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar hukumnya. Selain dari itu, berdasarkan pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama juga diberi tugas dan wewenang untuk menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang agama yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. C. Wasiat Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan bahwa definisi wasiat adalah “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.” Namun, Undang-Undang tersebut tidak mengatur lebih jauh tentang wasiat. Ketentuan lebih detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam KHI. Dalam KHI, wasiat ditempatkan pada bab V, dan diatur melalui 16 pasal. Ketentuan mendasar yang diatur di dalamnya adalah tentang syarat orang membuat wasiat, harta benda yang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, di mana wasiat dilakukan, seberapa banyak maksimal wasiat dapat diberikan, bagaimana kedudukan wasiat kepada ahli waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan menerima harta benda wasiat, kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi, pencabutan wasiat, bagaimana jika harta wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga sedang ahli waris tidak setuju, di mana surat wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat dicabut, bagaimana jika pewasiat meninggal dunia, wasiat dalam kondisi perang, wasiat dalam perjalanan, kepada siapa tidak diperbolehkan wasiat, bagi siapa wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya, dan wasiat wajibah bagi anak angkat serta besarnya. D. Hibah Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan definisi tentang hibah sebagai “pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.” Hibah juga tidak diregulasi secara rinci dalam Undang-Undang a quo. Ia secara garis besar diatur dalam KHI, dengan menempati bab VI, dan hanya diatur dalam lima pasal. Secara garis besar pasal-pasal ini berisi Subjek hukum hibah, besarnya hibah, di mana hibah dilakukan, harta benda yang dihibahkan, hibah orang tua kepada anak, kapan hibah harus mendapat persetujuan ahli waris, dan hibah yang dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia. E. Wakaf Wakaf dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dimaknai sebagai “perbuatan seseorang atau sekelompok orang wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.” Tentang wakaf ini tidak dijelaskan secara rinci dalam Undang-Undang ini. Ketentuan lebih luas tercantum dalam KHI, Buku III, Bab I hingga Bab V, yang mencakup 14 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur Ketentuan umum, yaitu definisi wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf, nadzir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf; fungsi wakaf; subjek hukum yang dapat mewakafkan harta bendanya; syarat benda wakaf; prosedur mewakafkan; syarat-syarat nadzir; kewajiban dan hak-hak nadzir; pendaftaran benda wakaf; perubahan, penyelesaian dan pengawasan benda wakaf. Khusus mengenai perwakafan tanah milik, KHI tidak mengaturnya. Ia telah diregulasi empat tahun sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, lembaran negara No. 38 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. F. Zakat Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorag Muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. KHI tidak menyinggung pengaturan zakat. Regulasi mengenai zakat telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Lembaran Negara Nomor 164 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Secara garis besar, isi Undang-Undang ini adalah Pemerintah memandang perlu untuk campur tangan dalam bidang zakat, yang mencakup perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat; tujuan pengelolaan zakat; organisasi pengelolaan zakat; pengumpulan zakat; pendayagunaan zakat; pengawasan pengelolaan zakat; dan sanksi terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan zakat. G. Infaq Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan “perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi karunia, atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.” Kewenangan Pengadilan Agama ini belum pernah diatur secara tersendiri dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dan dalam Undang-Undang ini juga tak diatur lebih lanjut. H. Shadaqah Mengenai shadaqah diartikan sebagai “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah dan pahala semata.” Sama seperti infaq, shadaqah juga tidak diatur dalam regulasi khusus. Dan hingga kini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. I. Ekonomi Syari’ah Ekonomi syari’ah diartikan dengan “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah.” Kewenangan itu antara lain Bank Syari’ah; Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah; Asuransi Syari’ah; Reasuransi Syari’ah; Reksadana Syari’ah; Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari’ah; Sekuritas Syari’ah; Pembiayaan Syari’ah; Pegadaian Syari’ah; Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah; dan Bisnis Syari’ah.

PengadilanAgama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berdiri sejajar dan berada di bawah satu atap dengan pengadilan lainnya yaitu di bawah Mahkamah Agung mempunyai tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yaitu yang berbunyi " Peradilan Agama bertugas dan berwenang Tugas Dan Fungsi Pengadilan Agama Serta Kekuasaan Dan Kewenangan. Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan Kehakiman di Negara Republik Indonesia sebagaimana di tentukan dalam Bab III Pasal 18 yang berbunyi “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, LingkunganPeradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pengadilan Agama sebagaimana di jelaskan dalam Pasa 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 adalah berkedudukan di Kodia atau di ibu Kota Kabupaten yang Daerah Hukumnya meliputi Wilayah Kodia atau Kabupaten. Tugas Pokok Peradilan Agama Tugas Pokok Pengadilan Agama sebagai Peradilan Tingkat pertama adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk didalamnya pengelolaan Administrasi Kepaniteraan dan kesekretariatan serta kegiatan-kegiatan lainnya. Fungsi Peradilan Agama Fungsi mengadili yudicial power menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan oleh orang-orang yang beragama Islam. Fungsi Pengawasan yaitu mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan peradilan agar dapat terlaksana dengan seksama dan sewajarnya. Fungsi mengatur yaitu mengatur pelaksanaan tugas struktural, fungsional dan pegawai Pengadilan Agama agar terlaksana tugas pokok dengan sebaik-baiknya efektif dan efisien serta produktif. Fungsi memberi nasehat, memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada pemerintah di daerah “apabila diminta” pasal 52 ayat 1 . Fungsi admistrasi yaitu penyelenggaraan administrasi, baik administrasi peradilan, administrasi umum, administrasi keuangan, kepegawaian dan perlengkapan, sarana dan prasarana peradilan. Kekuasaan Dan Kewenangan Pengadilan Agama Undang-undang telah memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama seperti tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang nomor 3 tahun 2006 yang menyebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf, Zakat, Infaq, Sahdaqoh dan Ekonomi syari’ah. Dalam penjelasan pasal 49 Undang-undang nomor3 tahun 2006 penyelesaian sengketa tidak hanya terbatas dibidang perbankan syari’ah melainkan juga dibidang ekonomi syari’ah lainnya. Lebih lanjut yang dimaksud dengan orang-orang yang beragama Islam adalah orang-orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan Agama sesuai dengan dengan ketentuan yang digariskan dalam pasal tersebut. Adapun kewenangan yang erat kaitannya dengan perkawinan dapat disebutkan sebagai berikut Izin beristeri lebih dari seorang poligami ; Izin Melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum bertusia 21 tahun dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada pertbedaan pendapat; Dispensasi kawin; Pencegahan perkawinan; Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; Pembatalan perkawinan; Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan isteri; Perceraian karena talak; Gugatan perceraian; Penyelesaian harta bersama; Penguasaan anak-anak; Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; Penentuan kewajibanmemberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; Pencabutan oleh kekuasaan wali; Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya; Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada dibawah kekuasaannya; Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; Putusan tentang halpenolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain; Lebih lanjut yang dimaksud dengan “WARIS” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masingahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebutserta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris; Yang dimaksud dengan “WASIAT” adalah perbuatan seseorang yang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku yang memberi wasiat tersebut meninggal dunia; Yang dimaksud dengan “HIBAH” adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seorang atau badan hukum kepada oranglain atau badan hukum untuk memiliki. Yang diumaksud dengan “WAKAF“adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda milikinya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Yang dimaksud dengan “ZAKAT“ adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Yang dimaksud dengan “INFAQ“ adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki karunia atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT. Yang dimaksud dengan “SHODAQOH“ adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap redho Allah SWT dan pahala semata. Adapun yang dimaksud dengan “EKONOMI SYARI’AH” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi; Bank syari’ah; Lembaga keuangan mikro syari’ah; Asuransi syari’ah; Reasureansi syari’ah; Reksadana syari’ah; Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; Sekuritas syari’ah; Pembiayaan syari’ah; Pegadaian syari’ah; Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dank. Bisnis syari’ah;
PeradilanAgama berwenang mengadili perkara perdata agama yakni: Perkawinan Izin poligami Pencegahan perkawinan Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Pembatalan perkawinan Kelalaian Kewajiban suami / istri Cerai talak Cerai gugat Harta bersama Penguasaan anak / Hadlonah Nafkah anak oleh ibu Hak-hak bekas istri

19. Berikut yang tidak termasuk tugas dan wewenang peradilan agama, yaitu .... a. memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertamaperkawinan,warisan, sodaqoh, dan lain-lainb. mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat di tingkat pertama sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama di daerah hukumnyad. mengadili di tingkat terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama di daerah hukumnya​ JawabanA. memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama perkawinan,warisan,sodakoh,dan lain lainPenjelasanpengadilan agama tidak menyelesaikan urusan warisan, sodakoh

fnegaraserta UU. 7/89 tentang peradilan agama yang telah diubah dengan UU.3/2006. Penjelasan Undang-undang No. 7/1989 tentang peradilan agama menyatakan bahwa mengingat luas lingkup, tugas dan berat beban pekerjaan yang harus dilaksanakan pengadilan, penyelenggaraan administrasi pengadilan dibedakan menurut jenisnya dan dipisahkan penanganannya.
Jakarta Mahkamah Agung MA merupakan lembaga yang berperan besar dalam kelangsungan hukum di Indonesia. Hal ini lantaran MA memiliki peran sebagai lembaga tinggi negara yang melaksanakan tugas kehakiman. Mahkamah Agung termasuk kedalam lembaga yudikatif sebagai lembaga yang memegang kekuasaan kehakiman. MA mendapat izin untuk menyelenggarakan peradilan atau pengadilan dalam sejumlah bidang tertentu, seperti peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Dalam Pasal 1 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dijelaskan bahwa Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan dan Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah Hakim Agung. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung serta diangkat oleh Presiden. Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini? Lalu, apa saja sih tugas, wewenang dan dasar hukum dari Mahkamah Agung? yuk simak Sobat! Dasar Hukum Mahkamah Agung Dilansir dari laman adapun dasar hukum Mahkamah Agung berada di Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat 2 dan pasal 24A ayat 1-5, berikut isi dasar hukumnya Pasal 24 Ayat 2 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. 2. Pasal 24A Ayat 1-5 1 Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. 2 Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. 3 Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. 4 Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. 5 Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung Adapun tugas, fungsi dan wewenang Mahkamah Agung berdasarkan dari laman resmi yaitu -Fungsi Peradilan a. Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali agar semua hukum dan undang-undang di Indonesia diterapkan secara adil, tepat dan benar. b. Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir, yaitu - Semua sengketa tentang kewenangan mengadili. - Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap - Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku c. Mahkamah Agung berhak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan di bawah Undang-undang tentang apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya materinya bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi. -Fungsi Pengawasan a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara. b. Mahkamah Agung juga melakukan fungsi pengawasan terhadap - Pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim Pasal 32 UU MA Nomor 14 Tahun 1985. - Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan. -Fungsi Mengatur a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan. b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri jika dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang. -Fungsi Nasehat a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain. Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi. Selanjutnya, MA diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya. b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 UU Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. -Fungsi Administratif a. Badan-badan Peradilan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat 1 UU Tahun 1970 secara organisatoris, administratif dan finansial sampai saat ini masih berada di bawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 1 UU No. 35 Tahun 1999 sudah dialihkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. b. MA berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan. -Fungsi Lain-lain Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. Nah, demikian Sobat informasi seputar tugas, wewenang dan dasar hukum dari Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara yang melaksanakan tugas kehakiman. Dewi Larasati
M Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet. Ke-12 (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 213.. Pasal 1 Rv (Reglement op de Rechtsvordering); Tiap-tiap proses perkara perdata sepanjang tidak dikecualikan secara khusus, dimulai dengan suatu pemberitahuan gugatan yang dilakukan oleh seorang Jurusita yang mempunyai wewenang

on 12 Maret 2014. Dilihat 44883 TUGAS DAN WEWENANG PENGADILAN AGAMA Wewenang Pengadilan Agama berdasarkan penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah A. Perkawinan Dalam perkawinan, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain 1. Ijin beristeri lebih dari seorang; 2. Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal orang tua, wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. Dispensasi kawin; 4. Pencegahan perkawinan; 5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. Pembatalan perkawinan; 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri; 8. Perceraian karena talak; 9. Gugatan perceraian; 10. Penyelesaian harta bersama; 11. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; 12. Penguasaan anak-anak; 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; 14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. Pencabutan kekuasaan wali; 17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 delapan belas tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya; 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campur; dan 22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. B. WARIS Dalam perkara waris, yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama disebutkan berdasarkan penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut 1. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris; 2. Penentuan mengenai harta peninggalan; 3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris; 4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut; 5. Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat kalimat yang berbunyi “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan”. Kini, dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang tersebut, kalimat itu dinyatakan dihapus. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan, bilamana pewarisan itu dilakukan berdasarkan hukum Islam, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama di seluruh wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar hukumnya. Selain dari itu, berdasarkan pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama juga diberi tugas dan wewenang untuk menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang agama yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. C. Wasiat - Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan bahwa definisi wasiat adalah “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.” Namun, Undang-Undang tersebut tidak mengatur lebih jauh tentang wasiat. Ketentuan lebih detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam KHI. Dalam KHI, wasiat ditempatkan pada bab V, dan diatur melalui 16 pasal. - Ketentuan mendasar yang diatur di dalamnya adalah tentang syarat orang membuat wasiat, harta benda yang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, di mana wasiat dilakukan, seberapa banyak maksimal wasiat dapat diberikan, bagaimana kedudukan wasiat kepada ahli waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan menerima harta benda wasiat, kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi, pencabutan wasiat, bagaimana jika harta wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga sedang ahli waris tidak setuju, di mana surat wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat dicabut, bagaimana jika pewasiat meninggal dunia, wasiat dalam kondisi perang, wasiat dalam perjalanan, kepada siapa tidak diperbolehkan wasiat, bagi siapa wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya, dan wasiat wajibah bagi anak angkat serta besarnya. D. Hibah - Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan definisi tentang hibah sebagai “pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.” - Hibah juga tidak diregulasi secara rinci dalam Undang-Undang a quo. Ia secara garis besar diatur dalam KHI, dengan menempati bab VI, dan hanya diatur dalam lima pasal. Secara garis besar pasal-pasal ini berisi Subjek hukum hibah, besarnya hibah, di mana hibah dilakukan, harta benda yang dihibahkan, hibah orang tua kepada anak, kapan hibah harus mendapat persetujuan ahli waris, dan hibah yang dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia. E. Wakaf - Wakaf dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dimaknai sebagai “perbuatan seseorang atau sekelompok orang wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.” Tentang wakaf ini tidak dijelaskan secara rinci dalam Undang-Undang ini. - Ketentuan lebih luas tercantum dalam KHI, Buku III, Bab I hingga Bab V, yang mencakup 14 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur Ketentuan umum, yaitu definisi wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf, nadzir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf; fungsi wakaf; subjek hukum yang dapat mewakafkan harta bendanya; syarat benda wakaf; prosedur mewakafkan; syarat-syarat nadzir; kewajiban dan hak-hak nadzir; pendaftaran benda wakaf; perubahan, penyelesaian dan pengawasan benda wakaf. Khusus mengenai perwakafan tanah milik, KHI tidak mengaturnya. Ia telah diregulasi empat tahun sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, lembaran negara No. 38 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. F. Zakat - Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorag Muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. KHI tidak menyinggung pengaturan zakat. - Regulasi mengenai zakat telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Lembaran Negara Nomor 164 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Secara garis besar, isi Undang-Undang ini adalah Pemerintah memandang perlu untuk campur tangan dalam bidang zakat, yang mencakup perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat; tujuan pengelolaan zakat; organisasi pengelolaan zakat; pengumpulan zakat; pendayagunaan zakat; pengawasan pengelolaan zakat; dan sanksi terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan zakat. G. Infaq - Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan “perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi karunia, atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.” - Kewenangan Pengadilan Agama ini belum pernah diatur secara tersendiri dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dan dalam Undang-Undang ini juga tak diatur lebih lanjut. F. Shadaqah - Mengenai shadaqah diartikan sebagai “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah dan pahala semata.” - Sama seperti infaq, shadaqah juga tidak diatur dalam regulasi khusus. Dan hingga kini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. H. Ekonomi Syari’ah Ekonomi syari’ah diartikan dengan “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah.” Kewenangan itu antara lain 1. Bank Syari’ah; 2. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah; 3. Asuransi Syari’ah; 4. Reasuransi Syari’ah; 5. Reksadana Syari’ah; 6. Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari’ah; 7. Sekuritas Syari’ah; 8. Pembiayaan Syari’ah; 9. Pegadaian Syari’ah; 10. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah; dan 11. Bisnis Syari’ah. Hubungi Kami Gedung Sekretariat MA Lt. 6-8 Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat Telp 021-29079177 Fax 021-29079277 Email Redaksi Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk Ditjen Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. Lokasi Kantor Instagram Twitter Facebook Unit Eselon II Tautan Aplikasi Kategori

terjawab19. Berikut yang tidak termasuk tugas dan wewenang peradilan agama, yaitu . a. memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama (perkawinan,warisan, sodaqoh, dan lain-lain) b. mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat banding
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Kedudukan Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yaitu Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu pasal 2. Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama pasal 3 ayat 1. Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi pasal 3 ayat 2. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 beserta perubahannya yaitu Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari’ah Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding Pasal 51 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya Pasal 51 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah Pasal 52A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Ketua pengadilan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim. Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009. Ketua pengadilan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku panitera, sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya Pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009. Ketua Pengadilan Tinggi Agama melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya Pasal 53 ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009. EF Dhafi Quiz Find Answers To Your Multiple Choice Questions MCQ Easily at with Accurate Answer. >> Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia Hibah Warisan Wakaf Jual beli Klik Untuk Melihat Jawaban Apa itu Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung. Tugas dan Fungsi Pengadilan Agama Negara dan Fungsi Pengadilan Agama Negara Pengadilan Agama Negara merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman yang memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Pengadilan Negara tertinggi. Seluruh pembinaan baik pembinaan teknis peradilan maupun pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama Negara merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara di tingkat pertama di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi Syari’ah sebagaimana di atur dalam Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009. TUGAS POKOK PENGADILAN AGAMA ADALAH SEBAGAI BERIKUT 1. Menerima, memeriksa, mengadili, menyelesaikan/memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 1970; 2. Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan Pancasila, demi tersenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia; 3. Pasal 49 UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2006 dan Perubahan kedua Nomor 50 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan Perkara di tingkat Pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, dan Ekonomi Syari’ah serta Pengangkatan Anak; 4. Pasal 52 a menyebutkan Pengadilan Agama memberikan Itsbat Kesaksian Rukyatul Hilal dan Penentuan Awal bulan pada tahun Hijriyah. B. Fungsi Pengadilan Agama Negara Adapun Fungsi Pengadilan Agama Negara adalah menyelenggarakan Kekuasaan Kehakiman pada Tingkat Pertama dalam Bidang Perdata Khusus berdasarkan UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang dirubah dengan UU Nomor 3 tahun 2006 kemudian dirubah lagi dengan UU Nomor 50 tahun 2009 bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman bagi Rakyat Pencari Keadilan yang beragama Islam mengenai Perkara tertentu. Pengadilan Agama Negara sebagai lembaga peradilan agama tingkat pertama mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut 1. Fungsi Peradilan pasal 51 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Pasal 49 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang mengatur sebagai berikut; Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Shadaqah; i. Ekonomi syari’ah 2. Fungsi Pengawasan pasal 53 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang mengatur sebagai berikut Ayat 1. Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim, panitera, sekretaris, dan jurusita di daerah hukumnya; 3. Fungsi Nasehat pasal 52 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang mengatur sebagai berikut Ayat 1. Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat, tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta; 4. Fungsi Administratif angka 3 penjelasan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang mengatur sebagai berikut Mengingat luasnya lingkup tugas dan beratnya beban yang harus dilaksanakan oleh Pengadilan, maka adanya perhatian yang besar terhadap tatacara dan pengelolaan administrasi pengadilan, hal ini sangat penting, karena bukan saja menyangkut aspek ketertiban dalam menyelenggarakan admiminstrasi, baik di bidang perkara maupun kepegawaian, gaji, kepangkatan, peralatan kantor, dan lain lain, tetapi juga akan memepengaruhi kelancaran penyelenggaraan pengadilan itu sendiri oleh karena itu administrasi pengadilan dalam undang undang ini dibedakan menurut jenisnya dan dipisahkan penangananya, walaupun dalam rangka koordinasi pertanggungjawaban tetap dibebankan kepada seorang pejabat yaitu Panitera yang merangkap Sekretaris; 5. Fungsi Akses kepada Publik pasal Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 yang mengatur sebagai berikut Ayat 1. Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan; Ayat 2. Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 empat belas hari kerja sejak putusan diucapkan. 6. Fungsi Bantuan Hukum/ Advokasi pasal 60 C Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009 yang mengatur sebagai berikut Ayat 1. Pada setiap Pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum Ayat 2. Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara cuma cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut sampai memperoleh kekuatan hukum tetap; 7. Fungsi lain lain pasal 52 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang mengatur sebagai berikut Ayat 2 Selain tugas dan kewenangan sebagaimana yang dimaksud pasal 49 dan pasal 51, pengadilan dapat diserahi tugas tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan Undang Undang Dalam Undang undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama yang merupakan Pengadilan tingkat Pertama mempunyai susunan Organisasi Pengadilan Agama yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera/Sekretaris, Wakil Panitera, Wakil Sekretaris,Panitera Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, Panitera Muda Hukum, Kasubbag Umum, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Keuangan, Panitera Pengganti dan Jurusita /Jurusita Pengganti yang mempunyai tugas pokok dan fungsi antara lain KETUA PENGADILAN AGAMA Pemimpin pelaksanaan tugas Pengadilan Agama dalam mengawasi, mengevaluasi, dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan tugas menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku WAKIL KETUA PENGADILAN AGAMA Mewakili Ketua Pengadilan Agama dalam hal merencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama serta mengkoordinir dan melaporkan Pengawasan tugas kepada Ketua Pengadilan Agama. HAKIM Menerima dan meneliti berkas perkara serta bertanggung jawab atas perkara yang diterima yang menjadi wewenang nya baik dalam proses maupun peneyelesaiannya sampai dengan minutasi. Berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Agama Menyusun Program kerja jangka panjang dan jangka pendek. Serta melaksanakan Pengawasan bidan Bidalmin atas perintah Ketua. PANITERA Berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Agama dalam merencanakan dan melaksanakan pelayanan teknis di bidang Administarsi Perkara, Administarsi umum dan administrasi lainya yang berkaitan dengan menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan tugas kegiatan Kepaniteraan dalam menyusun program kerja jangka panjang dan jangka pendek. SEKRETARIS Berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Agama dalam merencanakan dan melaksanakan Administarsi Umum dan Keuangan, Administarsi Kepegawaian, Organisasi dan Tata Laksana, serta Administrasi Perencanaan, Teknologi Informasi dan Pelaporan. Sekretaris juga bertugas menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan tugas kegiatan Kesekretariatan dalam menyusun program kerja jangka panjang dan jangka pendek. PANITERA MUDA GUGATAN Memimpin dan mengkoordinir/menggerakan seluruh aktivitas pada bagian gugatan serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membuat laporan /bertanggungjawab kepada Panitera. PANITERA MUDA PERMOHONAN Memimpin dan mengkoordinir/menggerakan seluruh aktivitas pada bagian permohonan serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membuat laporan/ bertanggungjawab kepada Panitera. PANITERA MUDA HUKUM Memimpin dan mengkoordinir / menggerakan seluruh aktivitas pada bagian hukumserta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membuat laporan/ bertanggungjawab kepada Panitera. PANITERA PENGGANTI Mendampingi dan membatu Majelis Hakim mengikuti sidang pengadilan membuat berita acara membuat instrumen sidang mengetik putusan dan penetapan perkara menyerahkan berkas perkara yang telah selesai pada pan muda hukum / meja III melalui Wakil Panitera serat bertanggung jawab kepada Panitera. JURUSITA DAN JURUSITA PENGGANTI Melaksanakan tugas kejurusitaan dan bertanggungjawab dengan Panitera. KASUBBAG PERENCANAAN Memimpin dan mengkoordinir/menggerakan seluruh aktivitas pada Sub. Bag keuangan serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membuat laporan/bertanggungjawab kepada Sekretaris. KASUBBAG KEPEGAWAIAN Memimpin dan mengkoordinir/menggerakan seluruh aktivitas pada Sub. Bag kepegawaian serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membuat laporan/ bertanggungjawab kepada Sekretaris. KASUBBAG UMUM & KEUANGAN Memimpin dan mengkoordinir dan menggerakan seluruh aktivitas pada umum rumah tangga serta menyiapkan konsep rumusan kebijakan dalam pelaksanaan mengevaluasi dan membuat laporan/ bertanggungjawab kepada Sekretaris. JENIS – JENIS PERKARA YANG MENJADI KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama A. PERKAWINAN Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain 1. Izin beristri lebih dari seorang; 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 dua puluh satu tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. Dispensasi kawin; 4. Pencegahan perkawinan; 5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. Pembatalan perkawinan; 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; 8. Perceraian karena talak; 9. Gugatan perceraian; 10. Penyelesaian harta bersama; 11. Penguasaan anak-anak; 12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. Pencabutan kekuasaan wali; 17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum Cukup umur 18 delapan belas tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah keuasaannya; 20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain B. WARIS Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohoonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris C. WASIAT Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia D. HIBAH Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. E. WAKAF Perbuatan seseorang atau sekelompok orang wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. F. ZAKAT Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. G. INFAK Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, muniman, mendermakan, memberikan rezeki karunia, atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah Subhanahu Wata’ala. H. SHODAQOH Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah swt. dan pahala semata. I. EKONOMI SYARI’AH Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi 1. Bank syari’ah; 2. Lembaga keuangan mikro syari’ah; 3. Asuransi syari’ah; 4. Reasuransi syari’ah; 5. Reksa dana syari’ah; 6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; 7. Sekuritas syari’ah; 8. Pembiayaan syari’ah; 9. Pegadaian syari’ah; 10. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; 11. Bisnis syari’ah;
Padabagian ini akan ditunjukan peradilan masa kolonial Belanda (Staatsblad 1882) .([1]) Tahun 1602 merupakan Tahun kedatangan Verenigde Oest Indische Compagnie (VOC) di Indonesia, dibawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Van Imhoff. Di zaman VOC, kedudukan hukum islam yang telah ada pada masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia diakui. Pengadilan agama yaitu peran lembaga peradilan yang punya kuasa hakim dan melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Pengadilan agama terbentuk sesuai dengan aturan UU No. 7 Tahun 1989, dan mengalami perubahan jadi UU No. 3 Tahun 2006 serta perubahan terakhir yaitu UU No. 50 Tahun 2009. Ada tugas dan wewenang pengadilan agama secara pokok yaitu sesuai yang tertulis dalam pasal 2 ayat 1 UU no 14 tahun 1970 dan pasal 11 UU no 48 tahun 2009 yang menyatakan kalo Pengadilan agama punya tugas pokok buat melaksanakan pemeriksaan, menerima aduan, mengadili, dan membuat keputusan atau menyelesaikan perkara yang diajukan oleh rakyat. Apa aja tugas dan wewenang dari Pengadilan Agama tersebut? Ingin tahu? Yuk simak bersama pada artikel dibawah ini! Tugas Pengadilan Agama1. Memberi Keterangan2. Hisab dan Rukyatul Hilal3. Menyelesaikan Kasus Sengketa4. Legalisasi Akta Kelahiran5. Kerohaniawan IslamWewenang Pengadilan Agama1. Anak2. Pernikahan3. Ahli Waris4. Wasiat5. Wakaf dan Shadaqoh Ada beberapa tugas penting dari pengadilan agama, diantaranya yaitu sebagai berikut 1. Memberi Keterangan Sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang menyatakan bahwa “Pengadilan Agama bisa memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam ke instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta”. Artinya, Pengadilan Agama mempunyai tugas buat memberikan keterangan secara detail terkait Hukum Islam dalam pemerintah daerah kalo diminta. Tugas pengadilan agama yaitu sebagai penimbang dan penasehat umum hukum islam yang nantinya akan disampaikan pada instansi pemerintah kalo diperlukan. Tugas tersebut semata-mata dilaksanakan supaya gak terjadi kesalahpahaman atau hal yang gak diinginkan. Pengadilan Agama juga berhak menentukan hukum buat mereka yang melanggar norma agama, contohnya berzina, mabuk, dan lainnya. 2. Hisab dan Rukyatul Hilal Setiap tahun, umat beragama Islam pasti menjalankan ibadah puasa. Tentunya menjelang puasa kita mengenal istilah hisab dan rukyatul hilal. Hisab artinya perhitungan, dan Rukyatul Hilal adalah melihat hilal. Menjelang Ramadhan, pengadilan agama tentunya mempunyai peran yang sangat penting. Mereka akan mengadakan rapat besar dengan tokoh agama yang lain buat menetapkan awal puasa dan hari raya Idul Fitri. Dalam kasus ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya sebagai berikut ini Proses melihat hilal wajib dilaksanakan setelah matahari terbenam pada tanggal sekitar 29 Ramadhan. Rukyatul Hilal juga dilaksanakan apabila keadaan cuaca cerah. Apabila keadaan cuaca gak mendukung, biasanya akan didiskusikan dulu. Proses melihat hilal dilaksanakan ketika posisi hilal ada di atas ufuk. Anggota dari pengadilan agama nantinya akan melakukan perhitungan hisab sesuai dengan ilmu astronomi dalam memperkirakan posisi matahari dan bulan. Dalam hal ini, posisi matahari dipakai buat acuan umat Islam buat menentukan waktu shalat. Sedangkan, posisi bulang dipakai sebagai acuan buat mengetahui secara pasti masuknya awal puasa atau awal Ramadhan. 3. Menyelesaikan Kasus Sengketa Tugas dan wewenang pengadilan agama yang cukup penting yaitu menyelesaikan kasus sengketa secara Hukum Islam. Dalam hal ini, mencakup sengketa pembagian harga peninggalan dan antara kedua pihak orang Islam sesuai yang tercantum dalam pasal 107 ayat 2 UU no 7 tahun 1989 yang berbunyi “Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 236 A Reglemen Indonesia yang diperbaharui RIB, Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44, mengenai permohonan pertolongan pembagian harta, peninggalan di luar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, diselesaikan oleh Pengadilan Agama.” 4. Legalisasi Akta Kelahiran Pengadilan agama juga bertugas buat mengesahkan atau melegalkan akta kelahiran seorang anak dari pasangan suami istri. Dalam hal ini, seorang anak yang udah lahir dari sepasang suami istri wajib untuk membuat akta kelahiran. Adanya akta kelahiran tersebut nantinya akan dipakai sebagai bukti kalo salah satu atau kedua orang tuanya meninggal dan menginginkan keadilan dalam hak waris itu jadi contoh norma hukum yang berlaku. Hak waris bisa berupa tabungan di bank, dana pensiun, dan lain sebagainya. 5. Kerohaniawan Islam Maksud dari kerohaniawan Islam yaitu proses sumpah pegawai ataupun pejabat pemerintah. Dalam hal ini, pengadilan agama bertugas mempersiapkan segala kebutuhan dalam proses sumpah pegawai. Selain itu, dalam sumpah pegawai tersebut disaksikan oleh petinggi negara dan orang-orang penting lainnya. Gak cuma itu, pengadilan agama juga bertugas sebagai pengawas sekaligus penasihat hukum agama yang menyangkut tentang kerohaniawan Islam. Wewenang Pengadilan Agama Berikut ini, ada beberapa wewenang pengadilan agama dalam hukum Islam atau sesuai yang tercantum dalam undang-undang, yaitu 1. Anak Wewenang pengadilan agama dalam lingkup anak yaitu buat menyelesaikan hukum perkara anak dalam Islam sesuai yang udah diatur dalam undang-undang. Adapun hal-hal yang ditangani oleh pengadilan agama terkait anak, diantaranya Status Anak Pengadilan Agama punya wewenang buat menetapkan status anak dalam kandungan seorang ibu berdasarkan bukti dan penelitian yang udah dilakukan buat memperkuat hasil. Dalam status anak ini, mereka juga berwewenang atas proses pembagian warisan kepada anak tersebut. Apabila anak tersebut lahir, mereka juga berwewenang buat menetapkan hak pengangkatan anak kalo terjadi sesuatu yang gak diinginkan seperti kedua orang tua dari anak tersebut meninggal. Kewajiban Orang Tua dan Perlindungan Pengadilan agama punya wewenang buat menetapkan siapa wali yang berhak atas anak tersebut. Buat orang tua atau wali yang ditunjuk, nantinya akan diberi kuasa penuh atau kewajiban atas anak tersebut. Apabila ada hal-hal yang terjadi pada anak karena walinya, pengadilan agama berwewenang buat membatalkan proses pengangkatan anak tersebut sesuai dengan proses peradilan pidana. 2. Pernikahan Sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang no 7 pasal 49 ayat 1 tahun 1989 tentang pengadilan agama yang berisi tentang Wewenang pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara tingkat pertama dalam lingkup orang Islam terkait pernikahan, warisan, wasiat hibah sesuai dengan hukum Islam atau dengan asas hukum adat. Makanya, pengadilan agama berwewenang atas perkara hal-hal berikut ini Sengketa Pernikahan Yaitu Pengadilan agama berwewenang buat menyelesaikan proses sengketa pernikahan yang terjadi di masyarakat dan menetapkan hukum-hukumnya. Dispensi Pernikahan Dispensi yaitu buat mereka yang melakukan proses pernikahan, tapi umur mereka gak mencukupi sesuai dengan aturan perundang-undangan yang udah ditetapkan. Ada ketentuan yang gak boleh dilanggar yaitu buat kaum pria yang usianya dibawah 19 tahun dan kaum wanita yang berusia dibawah 16 tahun. Sah atau Pembatalan Pernikahan Pengadilan agama juga berwewenang buat menetapkan sah atau gaknya pernikahan tersebut sesuai aturan yang udah ditetapkan. Cerai Pengadilan agama berwewenang buat menyelesaikan perkara cerai yang diajukan oleh pihak suami atau dari pihak istri, karena hal-hal tertentu yang terjadi diluar kendali. 3. Ahli Waris Dalam penentuan ahli waris sudah tertulis dalam Undang-Undang no 7 pasal 49 ayat 3 tahun 1989. Dalam pasal tersebut, pengadilan agama memiliki wewenang terhadap Penentuan Ahli Waris Pengadilan agama memiliki wewenang buat menetapkan siapa ahli waris dari harta benda dari keluarganya, ini juga salah satu contoh norma hukum. Pembagian Ahli Waris Apabila keluarga itu punya banyak kekayaan harta benda dan juga ahli warisnya terdiri atas perempuan dan laki-laki. Maka, pengadilan agama berwewenang buat melakukan pembagian harta benda tersebut secara adil sesuai peraturan undang-undang. 4. Wasiat Wewenang pengadilan agama udah diatur dalam undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang wasiat yang berbunyi “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu pada orang lain atau lembaga atau badan hukum, berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia”. Pengadilan agama bisa menjalankan wewenangnya setelah orang yang mengajukan wasiat tersebut meninggal dunia. Adapun ketentuan lebih mendetail tentang wasiat udah diatur dalam Instruksi Presiden nomor 1 tahun 1991 yang berisi tentang Persyaratan membuat wasiat, harga benda yang akan diwasiatkan, berapa jumlah wasiat, pada siapa wasiat tersebut ditujukan dan lain sebagainya. Tentunya pengadilan agama tinggal menjalankan sesuai perjanjian yang udah dibuat dengan yang mengajukan wasiat. 5. Wakaf dan Shadaqoh Waqaf artinya sebagai penahan hak miliki atas suatu benda mati yang nantinya akan disedekahkan atau diambil manfaatnya. Dalam kasus wakaf dan shadaqoh, fungsi lembaga pengadilan agama bisa menentukan persyaratan dalam mewakafkan sesuatu dengan tujuan tertentu. Contohnya Ada seseorang yang ingin mewakafkan sebidang tanahnya buat shadaqoh, supaya dimanfaatkan dalam menyebarkan agama Islam. Sebidang tanah itu diminta buat dibangun sebuah TPA atau Mushola, supaya orang-orang bisa beribadah dan beristirahat sejenak. Sebelum dikerjakan, tentunya pengadilan agama berwewenang buat memutuskan, apakah udah mematuhi standar yang tertulis atau belum. Pengadilan agama juga berwewenang buat mengambil keputusan dari masalah wakaf dan shadaqoh tersebut. Itulah tadi, pembahasan mengenai tugas dan wewenang pengadilan agama dalam pemerintahan Indonesia. Kalo dilihat dari jumlah tugas dan wewenangnya, pengadilan agama ternyata mempunyai peran yang sangat penting dalam lembaga negara, terutama dalam lembaga hukum yang berbasis agama Islam. Semoga penjelasan diatas mudah dipahami dan juga bisa membantu kalian semua 😀 Originally posted 2020-08-10 131230.
Ρիፋባвс щեλиտуγև մኻцοςаբΟдоբሰχεфεκ οσθψፐшоչ хе
Ийуνал еչаρо ուቲեТвеко ուդሏδጻвсыπ кιρ
Υψխ ቫрոփ иբаΙ գխδехруπ ը
ሻዑፓуզе γዣνևжохαнա нусреጆюЩиኾиγ шቸξ αβሁջатреще
В оφ ሗеውθպաֆըՎαжаս εсуծէлθб
K1HSdXR.
  • xda9up02qm.pages.dev/43
  • xda9up02qm.pages.dev/142
  • xda9up02qm.pages.dev/388
  • xda9up02qm.pages.dev/81
  • xda9up02qm.pages.dev/288
  • xda9up02qm.pages.dev/79
  • xda9up02qm.pages.dev/399
  • xda9up02qm.pages.dev/360
  • xda9up02qm.pages.dev/307
  • berikut yang tidak termasuk tugas dan wewenang peradilan agama yaitu